Kamis, 18 Maret 2010

Tentang Indahmu


Ada sangat banyak keindahan semesta, seperti sebuah pagi ketika tertegun di hadapan teguhnya sebuah gunung, perkasa namun menawan. Pada seluruh tubuhnya adalah hijau pepohonan, di kakinya terhampar danau biru tenang seperti menyimpan sejuta rahasia. Di pundaknya kabut menggelayut anggun seolah selempang melingkar lembut. Keteguhan yang menyatu dengan kehalusan. Juga pada pesona anak-anak sungai yang berkelok artistik yang berpadu pada keteguhan cadas yang keras. Suara-suara air gemerisik bercanda dengan desau angin. Keindahan yang saling menggenapi.

Dan siapa yang tak terpesona pada wajah rembulan yang purnama, cahayanya terang menundukkan keindahan gemintang dan seluruh pesona malam. Bila ia hadir sempurna semua keindahan malam mengalah padanya. Seperti suatu malam di sebuah teluk, diatas teduhnya riak laut tak bergelombang, layaknya lampu yang berpendar tergantung tanpa tiang, cahayanya keperakan jatuh menimpa atap menara, memeluk pucuk nyiur dan rumbia, dan pada separuh muka laut seolah permadani dari kaca berkilau oleh cahayanya.

Lalu siapa pula yang tak bersepakat pada keindahan senja kala? Ketika sang matahari tergelincir mengecup cakrawala, berlatar wajah langit yang merah lembayung. Dari atas bukit di depan teluk yang teduh, memandang di kejauhan pada kecantikan alam tak terkatakan, burung-burung pulang kesarang, sampan-sampan kecil bergerak pelan menuju pulau, anak-anak nelayan berlarian bersama riak dan angin, lalu seonggok awan tipis menjadi selimut sepotong raut rupa matahari yang keemasan hampir memerah. Di penghujungnya sempurna oleh syahdu lantunan Adzan menggema terpantul-pantul di sisi bukit, menghinggapi rumah-rumah bersahaja, lalu selebihnya suara itu terbang bersama angin di samudra yang luas menemani riak dan pecahan buih.

Dan juga pada pelangi yang bercerita tentang warna-warni yang indah, sama halnya bunga-bunga yang merekah di taman yang tak mengenal musim. Sebagai perlambang kecantikan, atau bahkan pada fenomena aurora di langit utara pada penghujung september yang cerah, sebuah rupa keindahan yang sempurna. Tak ada yang ingin membantah itu semua.

Namun tahukah engkau, kini telah kutemukan keindahan yang lebih memukau, yang ketika kupandangi, terasa sejuknya merasuk hingga ke qalbu. Sebuah wajah teduh berkerudung lembut. Bahkan kumengira ialah “Ainun Mardiyah” yang datangnya disegerakan Tuhan. Sebab sungguh bagiku, rembulan dan aurora pun mengalah pada teduhmu. Bahwa bagiku, semua keindahan itu tenggelam di wajahmu.-n

* Untuk penyejuk mata dan jiwaku

Bunta- Banggai, Pada sore yang sejuk 18 Maret 2010

Puisi Kita


Teguh adalah amanat hari ini
Pada Janji yang disaksikan langit
dan diaminkan dengan seribu doa

Supaya terjaga dan barokah hingga ke Jannah


Yakin adalah kalimat hari ini

Yang membunuh segala ragu

Ketika kutemukan di matamu
Diriku secara keseluruhan utuh hadir di situ.

Terang dan damai adalah anugerah hari ini
Layaknya sebuah lentera kaca
Yang kunyalakan dari lisan yang kau kecupkan untukku

dan indahlah cahaya berhias cahaya


Bahagia adalah wajah hari ini
Saat kita saling bersandar seperti dua dahan yang berangkulan
Membuat angin beku tak bergerak
hanya terpesona mendaraskan tasbih
hingga merona raut rupa rembulan malu-malu.-n

*Untuk penyejuk mata dan hatiku

Makassar, Waktu Dhuha 4 Maret 2009