Kamis, 02 Juni 2011

Belajarlah Nak

Keluarlah belajar nak

Ke tempat-tempat menimba kesadaran

Di alam, di jalan, perpustakaan dan halaqoh-halaqoh tempat khasanah pengetahuan bertebaran



Berangkatlah belajar nak

Pada guru dan pada lezatnya pengalaman

Yang mengajarkan kebajikan dan kearifan

Mengenalkan pada diri serta arah tujuan



Sungguh aku khawatir nak

Bila engkau semata hanya duduk manis di ruang persegi ukuran empat kali delapan

Mendengarkan ceramah kurikulum yang sebagiannya adalah tipuan

Engkau akan hanya berlomba-lomba menjadi pintar dalam takaran bilangan

Delapan adalah pintar, Sembilan luar biasa pintar dan sepuluh adalah kemenangan

Tapi engkau tak peduli segala cara untuk mendapatkan

Siapa lagi yang peduli, bila banyak wali ilmu di sana juga akhlaknya memalukan

Agar engkau lulus ujian ia bersedia membocorkan kunci jawaban, bukan?



Beranjaklah belajar nak

Ke tempat-tempat menimba kesadaran

Di alam, di jalan, perpustakaan dan halaqoh-halaqoh tempat khasanah pengetahuan bertebaran

Ilmu bukanlah hiasan juga kebanggaan

Ia hanyalah jalan untuk memelihara kehidupan, memuliakan kemanusiaan

dan membesarkan pengabdian.-n



*Bekal untuk si kecilku (memperingati hardiknas)



Pinrang, 20.42. 03 Mei 2011

Serial Catatan Perjalanan; Bunta...Sampai Jumpa Lagi

Sahabat…ada yang berkata bahwa pertemuan adalah rahasia Tuhan, bila demikian, sesungguhnya pertemuan itu tak lain adalah takdir, dan tidaklah Tuhan berkehendak dengan sebuah takdirNya kecuali dengan suatu alasan, alasan yang pastinya baik.



Demikian juga pertemuan ini, lebih dari setahun yang lalu, waktu yang belum lagi terlalu panjang, namun satu persatu kutemukan alasan-alasan dari takdir itu yang telah membawaku ke tempat ini. Adalah pertemuan-pertemuan baru, tentang orang-orang, adat dan kebiasaan, keindahan alam, kegembiraan-kegembiraan serta pemaknaan. Semuanya adalah mata pelajaran kehidupan yang mencerahkan.



Teringat saat tiba pada kali yang pertama, datang membawa diri tanpa sahabat atau seorang sanak saudara. Namun kehangatan sahabat semua, yang membuat seolah tiba-tiba saja aku telah menjadi bagian dari sebuah rumpun keluarga yang begitu damai dan menyenangkan. Sebuah penerimaan tanpa syarat.



Maka tak mungkin saya beranjak berlalu, tanpa mengharuskan diri untuk membesarkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada sahabat semua: kepada dr Agussalim; pimpinan sekaligus sejawat yang banyak memberikan bantuan dan bimbingan. dr. Astuti H Toban; Meski belum lama bersama-sama telah banyak berbagi cerita dan pengalaman. drg. Dian Afriani, seorang kawan yang baik, semoga kelahiran si kecil berjalan lancar, titip salam buat paitua. Dr. Viermont Pakaya; sampai jumpa lagi dok. Para senior, Pak Saiful, Bu hayati, Ses Mimi, Ses Yul, Pak syahrir, Pak Amir, Bu Nuning; terimaksih telah berbagi pengalaman dan kearifan. Pak Ma`ruf; kapan kita bisa sama-sama mengail lagi?, kawan-kawan yang muda-muda dan energik, panjang untuk menyebutnya satu-satu; semuanya adalah sahabat yang luar biasa, terimakasih atas segala bantuan dan kerjasamanya, kalau ada KLL tak usah dipanggil lagi ya...terkhusus kepada Pak Udin dan Ibu Azura; Semoga Allah membalas segala kebaikannya, saya tak kehilangan sosok orang tua selama di Bunta. Juga para tetangga yang baik hati, Ustad, dan sepuh, kawan-kawan semua yang bayak memberikan perhatian dan pengayoman di tempat ini.



Demikian juga permohonan maaf yang sedalam-dalamnya, atas segala khilaf, dari lisan dan perbuatan, senyum yang tak tulus atau mungkin ada suara yang meninggi, mohon di ikhlaskan, sungguh tak ada maksud berbuat demikian.



Sahabat…Bagaimana menurutmu bila sebuah pohon yang telah tumbuh menjadi besar, akarnya menghujam dan menjalar, pokok dan dahannya telah beranjak kuat, lalu tiba-tiba harus dicabut dari tempatnya berdiri. Maka selembut apapun kita mengangkatnya akan ada tanah yang tebongkar dan ada akar yang akan putus. Demikian juga yang ada dalam perasaan, ketika hendak beranjak, ada luka yang hampir-hampir membuatku menangis atau bahkan sudah menangis.



Sungguh tak mungkin terlupakan saat-saat di Bunta, tentang pemandangan yang indah di dermaga yang tenang, menjelang sore menunggu senja turun, tempat mengobati kerinduan bila ia datang. Tentang nyiur-nyiur yang tak pernah selesai ku kagumi, kampung Bajo yang unik, yang selalu saja sibuk, dengan anak-anak kecil berlarian dan musik etnis yang diputar keras-keras. Juga pesta-pesta kecil di Puskesmas, milu siram, onyop, sinole dan ikan bakar, kebersamaan yang indah. Semuanya adalah kenangan yang akan lekat menyertai perjalanan selanjutnya.



Terakhir, kumohon doa dari sahabat semua, semoga persinggahan berikutnya tetap saja indah. Untuk sahabat , jangan lelah bekerja dan menyempurnakan pengabdian. Lanjutkan… Salam.



Bunta, 21 Februari 2011.



- Ucapan terimakasih kepada Ayahanda dr. Haryadi dan Ibu, yang telah memberikan banyak sekali bantuan dan bimbingan selama bertugas di Banggai. Semoga Allah merahmati selalu.

- Terimaksih kepada dr. Yusran dan Bunda

- Terimaksih kepada Kawan-kawan Dinas Kesehatan Kab. Banggai; Pak Ramli, dr. Wayan.dr. Hari. dr Sulastri, pak Mulyawan, Pak Anwar, Bu Sadarni, Pak Indra, Pak Im, Pak Haris, dan kawan semua atas segala bantuannya.

- Terimaksih kepada rekan Puskesmas Balantak; dr. Zulhan, Pak Urip, Pak Hendra, Pak Haerul, pak Atu, Pak Faisal, Onal, dan kawan semua. Atas segala bantuan dan kehangatannya.

- Terimaksih kepada rekan Puskesmas Teku; Bu Ratna, vera, Nur, Lala. Hari-hari di sana sangat menyenangkan, jangan lelah dan terus bekerja. Salam.

Mesjid Terluas

Aku telah berkelana kawan

Kan kuceritakan padamu tentang mesjid yang hebat

Luasnya adalah ukuran benua

Menaranya menjulang di ketinggian Himalaya

Sisinya tak kan kau dapatkan dari tempatmu berdiri

Tamannya adalah permata hijau hutan tropis yang rimbun

Ada kolam yang biru nan indah dijuluki Pasifik yang tersambung ke Atlantik

Halamanya coklat berhambur pasir Sahara

Di dalamnya adzan bersambung-sambung dari subuh hingga subuh kembali tak berhenti

Berwudhulah di tempat pilihanmu, pada mata air, kelok-kelok sungai atau pada telaga yang jernih.

Bersujudlah di atasnya sesukamu, sebab Tuhan akan mendengar doamu di mana saja engkau meminta

Ia adalah tempat yang hebat sungguh, setiap tempatmu bersujud adalah mesjid.



Luwuk-Banggai, 18 Februari 2011. 19.01

Buat Apa Bermaulid

Salam serta shalawat semoga senantiasa menjadi kebiasaan yang lekat mengiringi kecintaan kita kepada Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Lebih dari seribu tahun yang lalu laki-laki dari padang pasir itu datang membawa sebuah nafas baru dalam peradaban umat manusia yang kelam di masanya. Tak pernah tercatat dalam sejarah, perubahan yang begitu massif dalam kurun waktu yang singkat. Al Islam sebuah cahaya yang berpendar pelan-pelan dari jazirah yang kering kemudian menguat lalu menerangi penjuru-penjuru yang jauh sampai hari ini dan akan terus akan benderang hingga matahari tak lagi tebenam di ufuk sebelah barat.



Kita yang hadir hari ini tentu tak lagi bisa menemukan sosoknya yang sempurna itu, Tak bisa berlomba mengisi shaf-shaf terdepan dalam barisan jamaahnya yang rapat, tak bisa ikut duduk berdekat-dekat dalam majelisnya, mendengarkan tuturnya yang sejuk, melihat senyumnya yang menawan sampai terlihat giginya yang putih bersih, mencium wangi tubuhnya. Pemimpin yang besar namun masih punya waktu membesuk saudara yang sakit di ujung kampung, menggendong dan bercanda dengan bocah dan anak-anak belia, sampai masih menyisakan waktu untuk bencengkrama dengan keluarga dan belomba lari dengan istrinya. Lelaki dermawan yang memberi layaknya angin yang berhembus. Ia Panglima disaat yang tepat, mengangkat pedang untuk kehormatan bukan untuk menistakan. Sungguh akhlaknya adalah Al-quran, tapi kita bukan generasi yang diizinkan jatuh hati mencitainya pada pandangan pertama dalam perjumpaan dengannya. Sebab kita terpaut jauh dalam waktu dan jarak.



Tapi kecintaan itu tetaplah juga milik kita, generasi yang jauh namun tak mengurungkan perasaan untuk membesarkan penghormatan kepadanya. Maka semoga dirahmati sang panglima Salahuddin Al Ayyubi ketika menggagas perayaan maulid Nabi untuk mengenang kembali sosok dan perjuangan Rasulullah demi menguatkan ruh dan semangat jihad dalam diri-diri pasukannya -bukan untuk menjadi ritual tahunan semu-. Tapi lalu kemudian sebagian orang setelahnya berlomba-lomba bermaulid dalam seremonial yang jumud dan kehilangan ruh. Merayakan maulid seolah menyerupai golongan yang lain merayakan hari lahir tuhan mereka. Katanya sebagai wujud kecintaan kepada Nabi yang mulia tapi pada saat yang sama mereka mengkhianati kemuliaan ajaran Tauhid dengan perayaan yang terdirtorsi dengan kesyirikan. Beliau mengajarkan kesederhanan tapi kemudian maulid dialaksanakan sebagai ajang yang sarat dengan kemubazziran. Tak ketinggalan sebagian politisi juga pemimpin ikut-ikutan tampil bermaulid untuk memoles citra agar tampak relijius dan lebih dekat dengan umat. Perayaan yang telah berubah menjadi pembodohan umat yang dipelihara.



Maka benarlah tangisan Bilal yang tak mampu menahan duka dan kerinduannya setelah sang Nabi wafat, wajahnya berurai air mata dalam lantunan azan yang menyayat setiap kali mengalunkan kembali nama laki-laki yang mulia itu. Setelah itu ia tak ingin lagi menjadi muazin, sungguh ia tak mampu menahan dukanya. Demikianlah sejatinya seorang muslim pengikut Nabi. Seperti kata Umar kepada Rasulullah; ” aku mencintaimu lebih dari kecintaanku terhadap keluargaku bahkan diriku sendiri”. Maka tak pernah seorangpun dari sahabatnya selepas beliau berpulang, tidak juga generasi terbaik berikutnya, para tabi`in dan tabi` tabi`in lalu generasi sallaffus shalih yang seharusnya menjadi panutan kita dalam agama ini merayakan maulid nabi setahun sekali pada hari kelahiran beliau, sebab kecintaan itu melekat dalam seluruh waktu, berdenyut dalam nadi, maujud dalam setiap gerak bahkan diamnya. Sepanjang waktu. Bukan hanya setahun sekali (itupun hanya semu) layaknya anak ingusan merayakan hari valentine.



Dan sebab kita mencintai Sang Nabi, maka dengan alasan itu pula kita sepantasnya tak boleh ridho pada sekelompok golongan (baca: ahmadiyah) yang secara terus menerus dan sistematis melemparkan kebohongan dan tuduhan yang begitu nista ke wajah Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Semoga kita senantiasa semakin kuat dalam mencintai dan mengikuti tuntunannya. Wassalatu wassalam ala Rasulilllah. Amin.



Luwuk-Banggai, Bulan Maulid 1432 H/ 17 Februari 2011. 17.54

Serial Catatan Perjalanan: Sahabat Laut

Tahukah engkau mengapa aku begitu menyukai laut? Laut yang bening, laut yang hijau, laut yang biru, atau bahkan laut yang hitam hampir-hampir gelap.

Dulu engkau bertanya, mengapa begitu sering kututurkan laut dalam cerita dan catatan perjalananku untukmu.

Seorang sahabat pernah berkata, bahwa baginya laut amat menentramkan, mungkin juga demikian, sebagian dari sekian alasanku memelihara perasaan itu.



Maka sekali waktu ingin aku mengajakmu hadir di tepian lautan pada sebuah dermaga yang tenang di suatu senja yang indah. dermaga tua dari kayu yang di sisinya terikat sampan-sampan kecil yang diayun ombak. Sesekali tamparan riak pada tiangnya memercikkan air laut kewajahmu. Dari jarak yang tak begitu jauh, anak-anak nelayan bermain dengan gembira, berenang dan berlompatan tak peduli matahari yang melayang anggun diatas kepalanya, penuh pesona dengan warna jingga yang lembut. Kita duduk berdampingan seraya menjulurkan kaki yang hampir menyentuh riaknya, Mungkin tak perlu berkata-kata, cukup hanya diam. Menikmati sunyi yang dibawa angin dari negeri yang jauh. Sunyi yang menarik kita pada keheningan yang syahdu. Irama desau angin, pecahan riak gelombang, dan suara kecil lompatan ikan-ikan bermain, hanya itu, selebihnya diam.



Bila engkau tak terburu-buru, kuingin engkau menemaniku sedikit lebih lama, meluaskan pandang jauh kesana, melampaui layar-layar kecil yang bergoyang di kejauhan, bahkan melewati pulau-pulau itu menyentuh batas cakrawala. Lalu apa yang engkau rasakan?



Jika engkau merasakan ketenangan, kelembutan atau bahkan keharuan, sesungguhnya itu jugalah yang kurasakan. Laut telah menjadi tempat membuang resah juga membenamkan rindu yang kadang datang menghujamku.Tempat belajar tentang banyak hal. Dan lebih dari, laut bagiku bahkan kadang menjelma menjadi mihrab yang lapang, tempat dimana kurasakan jemari Tuhan membelaiku dengan lembut. Itu!!-n



Luwuk- Banggai 1 Februari 2011. 19.36

Rindu Ayah

Maafkan ayah nak, seharusnya ayah disisimu saat ini menemani hari-harimu yang masih amat belia sebagaimana rupamu yang masih saja merah. Membersamai bundamu dalam malam-malamnya yang kehilangan waktu tidurnya, tak lelah mengurus dirimu. Sepantasnya memang aku disana, setidaknya turut membantu meski tak banyak walau hanya membantu menggantikan popokmu yang basah.



Maafkan ayah nak, bahwa pada akhirnya ayah harus berangkat juga, ke tempat yang jauh ini, menggenapkan tugas yang belum selesai. Kelak akan kuceritakan tentang tanah ini, sebuah tanah yang sangat indah mengangumkan, juga sangat kaya. Pantai yang panjang berkelok tak habis-habis berpagar nyiur-nyiur yang berkawan dengan angin. Ombak yang tak pernah berhenti berpesta berkejaran tak selesai. Sesekali lumba-lumba datang ikut bermain. Senja dan purnama adalah kisah yang tak kan kulewatkan, dari dermaga yang tenang bila kau menemuinya ia bisa membuatmu bergetar mungkin sampai menangis. Lalu anak-anak disini adalah kumpulan para pemberani, didikan alam yang tangguh, sahabatnya adalah lautan maka ombak dan badai adalah temanya berbagi suka dan duka. Orang-orang tuanya adalah sahabat yang hangat, sejawat yang setia, juga guru yang bijaksana. Mereka terampil memaknai arti persaudaran.



Sungguh ayah rindu nak, pada suara tangismu yang tak biasa, tapi pekikan keras yang kusangkakan itu adalah tangis perlawanan pada dunia yang durjana tempat kesejatian dipalingkan dan di asingkan jauh-jauh. Dunia yang kau hadiri hari ini nak, adalah dunia yang semakin menyesakkan nurani, maka engkau tiba pada hari-hari yang semakin sulit. Namun ayah percaya kelak kau akan menunjukkan bahwa dunia ini adalah nista dimatamu. Ayah rindu nak, pada bening bola matamu, tatapanmu yang teduh dan bersih, laksana lautan di musim yang tenang, amat bersahaja. Mata yang kukenali sangat serupa dengan mata seorang perempuan yang melahirkanmu. Ayah juga sangat rindu nak, pada wangi tubuh dan lembut sentuhanmu, kudoakan semoga akhlak juga hatimu jauh lebih harum dan lembut dari sekedar lahiriahmu.



Sungguh ayah rindu nak, dengan semua yang ada pada dirimu.-n





Banggai, 3 Januari 2011-16.01

Sekedar Mengenang (Asrama Medica)*

Dinding dan langit-langit kamar itu kini tentu kesepiaan, ia yang setia menjadi saksi gemuruh semangat memenuhi ruangnya yang tak lapang. Semangat yang sering kali galau dipatah kecemasan dan katakutan tak beralasan. Semangat yang kemudian tumbuh lagi oleh tekad dan nasihat dari jauh atau oleh sesosok makhluk indah yang senyumnya begitu teduh. Lalu ia patah lagi terus bertunas lagi seperti musim yang senang bertukar.



Dan waktu yang demikian panjang itu, akhirnya menyaksikan bahwa pada saatnya semangat itulah yang menjadi pemenang, tak menyerah oleh tantangan dan ujian. Hingga tiba ketika dinding dan langit-langit kamar itu kesepian ditinggal berlalu, merindukan kata-kata yang sering dituliskan dengan tintah merah dan warna hijau..tentang semangat juga tentang amarah, idealisme dan cinta.



Tentang semua kenangan yang manis nian… Masih ingatkah engkau kawan, di rumah itu???



*Untuk sahabat, dr. Laode Awal Akram



Makassar, November 2010

Berangkatlah...

Berangkatlah kawan…jangan berdiam lebih lama, jejaki tanah-tanah yang jauh, di tanah yang asing, tempat yang bahkan namanya tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Jangan berikan rasa ragu pada langkah itu, bebaskan ia mengalir, seperti arus yang merindukan lautan, bergerak tak gamang dan tanpa rasa takut.



Tak perlulah khawatir, sebab di sana teriknya tak berbeda dengan hangat mentari yang menggantung di langit kita setiap hari di sini, angin dan badainya akan menjadi kenangan suka duka mengharukan yang akan membuatmu menjadi lebih kuat, orang-orangnya akan menjadi sahabat dan saudaramu yang baru, tempat berbagi dan menyerap pelajaran tentang makna persaudaraan.



Lalu bagaimana dengan kerinduan, kepada orang-orang tercinta, orang tua, guru, para sahabat, atau siapapun mereka yang telah mengambil tempat di hati terdalam? Satu dua hari mungkin ia akan mengganggumu, ini memang sangat manusiawi kawan. Tapi berikutnya engkau akan terbangun pada sebuah pagi dengan tekad yang sadar bahwa karya harus segera di mulai. Dan setelah itu kerinduanmu akan berubah menjadi doa-doa yang kuat. Menjelma menjadi nyala yang membakar semangatmu.



Di perjalanan itu akan engkau temukan saripati kehidupan, ketika hadir pada kenyataan hidup yang sesungguhnya, melihat sendiri, mendengarkan sendiri, dan ikut merasakan sendiri tanpa perantara sebagaimana apa yang mereka rasakan, larut bersama mereka yaitu orang-orang yang paling berhak atas amanat yang tersemat di pundak kita. Akan engkau temukan bahwa hidup ini jauh lebih pelik dari yang pernah dibicarakan buku-buku teks terlengkap sekalipun.



Dan jangan lupa gembirailah persinggahan-persinggahanmu, pada riak gelombang, pundak-pundak bukit sampai ceruk sungai yang jauh, ataukah jalan yang mengular di padang sabana yang luas, nikmati semua, dan temukan hikmah di sana, di setiak jejakmu, pada tanah, laut, angin atau orang-orangnya, temukan padanya makna bersayap-sayap yang akan membawamu semakin meninggi ke maqam kearifan.



Bergeraklah untuk merebut mimpi dan menggenapkan serpihan takdirmu, sekaligus membumikan ilmu dan pengabdian, di perjalanan itu engkau juga pada akhirnya akan mengerti bahwa salah satu pintu memasuki kebahagiaan hidup yaitu melalui ketulusan berbagi dan memberi. Bahwa kebahagiaan adalah apa yang kita rasakan di dalam diri ketika bisa membuat orang lain berbahagia.



Lalu dari tempat-tempat yang jauh itu, engkau pun akan membagi cerita tentang pengalaman, tentang semangat dan idealisme yang tak boleh surut, atau tentang apa saja yang akan menjadi saksi bahwa di bawah matahari selalu ada anak muda yang siap mengabdi untuk kemanusiaan.-n



*Untuk seorang kawan yang segera memulai jalan pengabdiaanya di sebuah kota di timur tenggara, Manggarai NTT. Salama’ki dottoro



Negeri Seribu Nyiur, Bunta-Banggai, Malam 12 Ramadhan 1431 H