Kamis, 02 Juni 2011

Buat Apa Bermaulid

Salam serta shalawat semoga senantiasa menjadi kebiasaan yang lekat mengiringi kecintaan kita kepada Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Lebih dari seribu tahun yang lalu laki-laki dari padang pasir itu datang membawa sebuah nafas baru dalam peradaban umat manusia yang kelam di masanya. Tak pernah tercatat dalam sejarah, perubahan yang begitu massif dalam kurun waktu yang singkat. Al Islam sebuah cahaya yang berpendar pelan-pelan dari jazirah yang kering kemudian menguat lalu menerangi penjuru-penjuru yang jauh sampai hari ini dan akan terus akan benderang hingga matahari tak lagi tebenam di ufuk sebelah barat.



Kita yang hadir hari ini tentu tak lagi bisa menemukan sosoknya yang sempurna itu, Tak bisa berlomba mengisi shaf-shaf terdepan dalam barisan jamaahnya yang rapat, tak bisa ikut duduk berdekat-dekat dalam majelisnya, mendengarkan tuturnya yang sejuk, melihat senyumnya yang menawan sampai terlihat giginya yang putih bersih, mencium wangi tubuhnya. Pemimpin yang besar namun masih punya waktu membesuk saudara yang sakit di ujung kampung, menggendong dan bercanda dengan bocah dan anak-anak belia, sampai masih menyisakan waktu untuk bencengkrama dengan keluarga dan belomba lari dengan istrinya. Lelaki dermawan yang memberi layaknya angin yang berhembus. Ia Panglima disaat yang tepat, mengangkat pedang untuk kehormatan bukan untuk menistakan. Sungguh akhlaknya adalah Al-quran, tapi kita bukan generasi yang diizinkan jatuh hati mencitainya pada pandangan pertama dalam perjumpaan dengannya. Sebab kita terpaut jauh dalam waktu dan jarak.



Tapi kecintaan itu tetaplah juga milik kita, generasi yang jauh namun tak mengurungkan perasaan untuk membesarkan penghormatan kepadanya. Maka semoga dirahmati sang panglima Salahuddin Al Ayyubi ketika menggagas perayaan maulid Nabi untuk mengenang kembali sosok dan perjuangan Rasulullah demi menguatkan ruh dan semangat jihad dalam diri-diri pasukannya -bukan untuk menjadi ritual tahunan semu-. Tapi lalu kemudian sebagian orang setelahnya berlomba-lomba bermaulid dalam seremonial yang jumud dan kehilangan ruh. Merayakan maulid seolah menyerupai golongan yang lain merayakan hari lahir tuhan mereka. Katanya sebagai wujud kecintaan kepada Nabi yang mulia tapi pada saat yang sama mereka mengkhianati kemuliaan ajaran Tauhid dengan perayaan yang terdirtorsi dengan kesyirikan. Beliau mengajarkan kesederhanan tapi kemudian maulid dialaksanakan sebagai ajang yang sarat dengan kemubazziran. Tak ketinggalan sebagian politisi juga pemimpin ikut-ikutan tampil bermaulid untuk memoles citra agar tampak relijius dan lebih dekat dengan umat. Perayaan yang telah berubah menjadi pembodohan umat yang dipelihara.



Maka benarlah tangisan Bilal yang tak mampu menahan duka dan kerinduannya setelah sang Nabi wafat, wajahnya berurai air mata dalam lantunan azan yang menyayat setiap kali mengalunkan kembali nama laki-laki yang mulia itu. Setelah itu ia tak ingin lagi menjadi muazin, sungguh ia tak mampu menahan dukanya. Demikianlah sejatinya seorang muslim pengikut Nabi. Seperti kata Umar kepada Rasulullah; ” aku mencintaimu lebih dari kecintaanku terhadap keluargaku bahkan diriku sendiri”. Maka tak pernah seorangpun dari sahabatnya selepas beliau berpulang, tidak juga generasi terbaik berikutnya, para tabi`in dan tabi` tabi`in lalu generasi sallaffus shalih yang seharusnya menjadi panutan kita dalam agama ini merayakan maulid nabi setahun sekali pada hari kelahiran beliau, sebab kecintaan itu melekat dalam seluruh waktu, berdenyut dalam nadi, maujud dalam setiap gerak bahkan diamnya. Sepanjang waktu. Bukan hanya setahun sekali (itupun hanya semu) layaknya anak ingusan merayakan hari valentine.



Dan sebab kita mencintai Sang Nabi, maka dengan alasan itu pula kita sepantasnya tak boleh ridho pada sekelompok golongan (baca: ahmadiyah) yang secara terus menerus dan sistematis melemparkan kebohongan dan tuduhan yang begitu nista ke wajah Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Semoga kita senantiasa semakin kuat dalam mencintai dan mengikuti tuntunannya. Wassalatu wassalam ala Rasulilllah. Amin.



Luwuk-Banggai, Bulan Maulid 1432 H/ 17 Februari 2011. 17.54

Tidak ada komentar: