Minggu, 18 Januari 2009

Selamat Jalan Sahabat

"...
Jangan dinanti
Orang yang melempar diri ke Sabilillah
Mereka tahu
Kemana harus menjual nyawa"
(Helvi)

Ada rasa dan air mata yang tertahan, namun ku tak mengerti apakah ini sedih melepas pergimu yang tak pernah berjanji untuk kembali , ataukah ini adalah rasa bangga dan bahagia mengantar jalanmu ke sabilillah. Tapi bila ini adalah dominasi rasa sedih maka tentu tak ingin kupercayai perasaan ini.
Hari-hari ini adalah hari yang menguji komitmen kita, hari-hari yang meminta bukti akan tekad dan kata-kata kita. Masih terang waktu itu, ketika cinta dan cita-cita tertinggi kau azzamkan dan kuaminkan dengan tegas. Dan kini saat itu tiba, maka berangkatlah menjemput impian terindah; kemenangan atau syahid di jalan-Nya. Doa kami akan terus terus tersambung kelangit untukmu sahabat.
Sampaikan rindu dan pembelaan kami untuk anak-anak dan mujahidin di Gaza sana.
-nuas-

Selamat Jalan buat Mas Bambang, sahabat yang berangkat ke Gaza-Palestina sebagai relawan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee)

Sorong, 18 Januari 2009

Kamis, 15 Januari 2009

Untuk Palestinaku

Sebuah Pekik untuk Palestina
Dibacakan dalam Orasi Malam Solidaritas Muslim Sorong untuk Palestina.

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ba’da tahmid dan shalawat

Allah Tabaraka wata`ala berfirman:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)". (QS Al-Anfal 60.)
Saudaraku di jalan Allah
Belum kering luka yang menimpa saudara kita di Afganistan, sementara darah masih saja tumpah dari arteri anak-anak di bumi Irak, begitu juga cechnya masih saja membara, kemudian hari ini kita kembali dipaksa menyaksikan sebuah tragedi kemanusiaan yang begitu telanjang di Gaza Palestina. Enam puluh tahun Zionis Yahudi laknatullah alaih mencengkram Palestina, sejak saat itu tak ada lagi damai yang meliputi hari-hari di sana. Sekian ribu ibu menjadi janda, melepas kepergian suami dan anak lelakinya di tembak mati di depan mata. Para gadis belia di nodai kehormatannya oleh anjing terlaknat yahudi. Anak-anak kehilangan keindahan masa kecil berganti teror yang mengintai tubuh kecil mereka dari balik moncong senjata dan tank baja.

Dan hari ini, derita dan luka itu semakin menganga. Air mata disana berubah menjadi deras darah yang mengalir tak berhenti. Anak-anak tak berdosa satu-persatu pergi tanpa sempat pamit kepada ibu bapaknya. Rumah, mesjid dan jalanan tak lagi menyisakan rasa aman bertukar menjadi kuburan massal yang menggenaskan.

Saudaraku di jalan Allah
Tapi izinkan saya bertutur tentang Palestina dengan cara yang berbeda.
Saat ini para terlaknat itu telah merengsek maju kejantung kota Gaza, bombardir dan peluru melesat-lesat layaknya pesta kembang api di malam tahun baru, namun semangat perlawanan anak-anak palestina terlanjur melesat lebih tinggi, takbir dan munajat mereka membuat bisu peluru dan bombardir itu.

Maka, kucapkan selamat kepadamu wahai bapak-bapak Palestina, yang terlebih dahulu menyerahkan darah dan jiwa membela tanah dan keyakinan. Yang telah menitipkan semangat bagi generasi pemberani dan tak lagi menyisakan rasa takut kecuali bagi Rabb semesta Alam.

Kuucapkan selamat bagimu wahai ibu-ibu Palestina, yang telah melahirkan sekian ribu pahlawan tak habis-habis. Ibu yang membesarkan anak untuk melepas mereka, menjemput impian tertinggi dan terindah yaitu syahid. Ibu yang tak ingin mempercayai perasaan-perasaannya dan masih tersenyum bangga melihat tubuh anaknya terkoyak dengan peluru. Ibu yang telah menancapkan kerinduan kepada jihad kepada anak-anak yang amat belia.

Kuucapkan selamat untukmu wahai bocah-bocah Palestina, yang merelakan taman dan waktu bermain untuk belajar melempar batu, mengumpul recehan untuk membeli senjata agar kelak kau gunakan untuk membalas sang biadab itu.

Kuucapkan selamat untukmu wahai pemuda dan pemudi palestina, yang dengan senang hati menjadi martir-martir tak terbendung, anak-anak muda yang antri menanti giliran menggapai syahid. Belajar puisi dan arimatika adalah masa lalu bagimu, kini yang ada hanyalah pelajaran strategi serta merakit bom dan peluru kendali.

Selamat bagimu Palestina, tanah yang di berkahi dan terpilih menjadi bumi jihad, dan tak kan berhenti perjuangan sampai yahudi terlaknat itu di kalahkan, bahkan hingga batu bicara “ ini dia yahudi dibelakang saya, datang dan bunuhlah”(Al Hadits). Demi Allah, sungguh kebatilan akan binasa dan al Haq pasti menang. Allahu akbar !!! -nuas-

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sorong-Papua, 15 Januari 2009




Kamis, 01 Januari 2009

Rindu itu Doa

’Ya Allah, Jadikan masa terbaikku di penghujungnya, amalan terbaikku di akhirnya, dan hari terbaikku di hari bertemu dengan-Mu’ (Doa Abu Bakar- Al Abdul Farid 2/184)

Kerinduan adalah sebuah ranting dari pohon besar yang bernama cinta, pohon yang tumbuh di halaman jiwa, yang membuat hidup itu bernyawa, teduh, indah dan bertenaga. Waktulah yang akan merawat perasaan itu, bertumbuh dan bertambah besar, kadang ia patah lalu berganti ranting yang lebih kuat.

Inilah tutur waktu tentang kerinduan(ku). Kerinduan masa kanak-kanak adalah kerinduan yang lugu. Kerinduan yang fitrah, tak perlu bertanya kenapa ada rasa itu. Seperti kerinduan hujan kepada awan, atau bintang terhadap malam. Kerinduan waktu itu adalah rindu yang utuh pada ayah dan kepada bunda.

Seiring musim berlari, masa beranjak menukar rasa, sebuah kerinduan muncul perlahan, mendominasi ruang-ruang jiwa, pada sosok makhluk Tuhan yang terindah yang akan menjadi kawan sejalan. Jangan pula ditanya dari mana ia hadir, karena ia adalah warisan romansa manusia pertama.

Perjalanan semakin berlalu, menyaksikan banyak gradasi warna kehidupan, juga tentang narasi dan ironi peradaban. Di tepi jaman yang semakin menua, kerinduan baru menyusup tak ragu. Sebuah rasa membumbung semakin meninggi, yaitu kerinduan untuk `pergi` dengan cara terindah. Sebuah kerinduan yang berubah menjadi doa.-nuas-

Saat Dhuha, di Negeri Timur, 1 Januari 2009