Jumat, 27 Maret 2009

Kepada Pemilik janji

Tiga anak peluru
memeluk tubuhku sore ini
Satu menembus otak memburai
sebuah lagi tersesat merobek-robek alveoli
yang terakhir menikam jantungku tanpa permisi

Tapi tahukah engkau
bahwa aku tak jadi mati
dikarena aku telah berjanji
untuk datang meminangmu esok pagi.

Timika-Papua, menjelang Magrib 27 Maret 2009

# Kemenangan diri ada pada kesetiaan pada janji

La Jangki

Satu diantara karunia-Nya yang selalu saya syukuri adalah dipertemukannya diri ini dengan sahabat-sahabat yang luar biasa, perjalanan telah mebawa kepada pertemuan-pertemuan yang mengagumkan itu. Mereka tak hanya menjadi saudara tempat berbagi cerita dan rahasia, bertukar rasa sedih dan gembira, tapi sekaligus guru-guru kehidupan yang menjadi mata air inspirasi yang tak habis-habis.

Tentang pencarian hidup, seorang kawan pernah bercerita tentang pekerjaannya sebagai penjual ketoprak keliling di Jakarta, rutinitas dijalani dengan sangat sabar dan sepenuh keikhlasan. Suatu hari ia hanya berhasil menjual sepiring kotoprak setelah seharian menunggu pembeli. Dalam perjalanan pulang sambil mendorong gerobak air matanya tak terbendung, air matanya jatuh menyusul langkahnya satu-satu. Namun adakah ia menangis karena meratapi nasibnya yang malang nian, sungguh tidak kawan, ternyata air mata yang menderas itu adalah sebuah ungkapan syukur, ia bersyukur karena masih diberikan kekuatan oleh Allah untuk mampu menjalani itu semua, keluar mencari rezeki untuk keluarga yang menanti di rumah, niatnya semata keridhoan Allah, ikhtiar adalah urusannya selebihnya ia serahkan kepada Allah. Malam itu tak ada yang ia bawah pulang kecuali sebungkus ketoprak untuk dimakan bersama dengan keluarga setelah hasil jualan satu piring itu kepada sang bos. Demikian hebat ia memaknai hidup, baginya tak ada alasan untuk tidak bersyukur. Ia telah menghadiahkan sebuah pelajaran berharga.

Seperti juga malam ini, ketika tiba-tiba seorang sahabat yang lain mengirimkan pesan singkat, bahwa ia sedang mangkal di depan sebuah pusat pertokoan di Makassar sebagai pedagang kaki lima. Malam ini adalah malam pertama di dunia barunya, sebagai pedagang jajanan khas Itali, sambil bercanda ia mengabarkan jualannya sudah laku empat porsi, sementara pedagang balon di sampingnya baru terjual sebuah sejak siang hingga malam hari. Agak terkejut awalnya saya membaca pesan singkatnya sekaligus kagum yang jujur kepadanya, bahwa ia adalah seorang dokter muda yang mengambil keputusan besar untuk mangalihkan haluan jalannya, dan ia memulainya sempurna dari bawah, dokter muda yang berjualan kaki lima. Di butuhkan sebuah keberanian untuk memulai, dan kekuatan ketegasan untuk mengalahkan ego yang tentu tak rela. Dan sebab ini telak dari bawah maka keteguhan meyakini mimpi keberhasilan itu adalah mutlak, dan ia telah memulainya. Di sinilah sebuah inspirasi ia letakkan. Ia telah membuktikan keberanian memilih jalannya, dan menempuhnya sepenuh hati.
Maka tak bisa kusembunyikan rasa salut dan terimakasih, sahabat, malam ini saya belajar lagi darimu. -nuas-

* Tulisan ini saya buat untuk seorang sahabat yang saat ini sedang “nongkrong” di sebuah sudut kota Makassar bersama jualannya “ Pizza La Jangki”. Sukses selalu kawan…yakin usaha sampai.


Timika Papua, (23:15 WIT) 26 Maret 2009

Teman Seperjalanan


Kita memang membutuhkan teman sejalan yang dapat menjadi tempat berbagi kebahagiaan, melaksanakan cinta dan mengekspresikan perasaan. Bertukar kasih sayang dan menghadirkan ketentraman. Sekaligus sebagai tempat segala keresahan dimuarakan, kata-kata diutarakan tanpa khawatir kehilangan kepercayaan. Keraguan bertumbuh menjadi keyakinan dan kedamaian bertambah-tambah.
Kita menemukan ruang yang aman untuk meloloskan kekurangan-kekurangan, melakukan perbaikan diri dengan penuh sokongan. Tak mencela justru membuka jalan.
Ia yang semua yang ada pada dirinya melahirkan kecintaan. Ia yang dengan tatap tunduk pandangnya mencipta keteduhan yang begitu lapang, suaranya adalah instrumentalia terindah yang mengalun di ruang jiwa, pada sentuhannya ada getaran kasih yang datang langsung dari hati. Memandangnya saja bisa membuat luruh segala penat dan resah.
Dengannya kita menyempurnakan separuh Dien, jalan mendekat ke arah takwa. Bahkan tak hanya di dunia, ia bisa menjadi bidadari yang paling memukau di alam sana. Siang terasa bertenaga bersamanya, juga malam terasa terlalu cepat berlalu di sampingnya, waktu seolah tak pernah cukup panjang tersedia untuk berduaan dengannya. Lalu dari kasih sayangnya ia tumbuhkan generasi yang akan menjaga dunia dengan kalimat Allah, kebaggaan di dunia dan jalan kebahagiaan di akhirat.
Kita memang membutuhkan teman yang tak sekedar membersamai perjalanan, ia adalah inspirasi dan sumber kekuatan, energi yang terkuras di luar sana dapat kita temukan kembali dari senyum indahnya dan teduh pandangnya. Pada kalimat yang mengalir dari lisannya hanyalah penguatan yang semakin meneguhkan keyakinan. Dari lubuk hatinya yang terdalam tercurah segala cinta dan kesetiaan. Dia yang menanti sepenuh rindu disaat pergi, dengan doa yang tersambung kelangit di setiap sujud panjangnya.
Kita memang membutuhkan teman yang setia menjadi rembulan di langit jiwa, untuk menerangi jalan letih perjuangan. Namun dimanakah ia, sang jiwa itu ditemukan…?-nuas-

Makassar, Maret Basah, 2009


Pencarian Baru

Setahun yang lalu, pada sebuah malam yang tak terlalu dingin, di tanah ini, tempat yang ku pijak kini. Langkah pertama atas nama pembuktian dan penyempurnaan idealisme, penyusuran jalan kearifan, pembelajaran dan pecarian lainnya di mulai.

Telah banyak ditemukan pelajaran dan panorama kehidupan, warna dalam gradasi yang menawan, pernik budaya dan peradaban, riak perasaan yang bermusim sedih dan bahagia bergantian, juga tentang karakter orang-orang dan persaudaraan yang mengagumkan. Semuanya adalah mata pelajaran kehidupan yang mencerahkan.

Pagi ini, di tanah yang sama , saat langit mengungkung bumi dalam warna cerah sumringah, sebuah langkah baru kembali di lesatkan. Sebab sungguh, pencarian tak boleh berhenti, penyempurnaan mesti digenapkan, sementara kekalahan dan kegagalan mesti di tebus dengan karya yang lebih bernas.

Maka inilah saatnya, kembali niat terindah dikuncupkan, azzam terkuat diteguhkan, keyakinan dan keberanian dinyalakan. Untuk sebuah kemuliaan…semata karena ridho Allah Tabaraka Wata`ala. Bismillah…

Bandara Hasanuddin-Makassar, Saat Dhuha 13 Maret 2009.


Ucapan Terimakasih


Hujan yang luruh seolah menjadi penegasan pada basah di hati pagi ini. Perjalanan yang harus dilanjutkan meminta kerelaan untuk melepas kembali apa yang telah terpatri di hati.
Rasa perih menjalari sekujur jiwa, hati tersedu, kerinduan bahkan telah hadir mengiring di awal langkah, pada kenangan yang mengagumkan, pada sahabat-sahabat yang luar biasa, pada semua cerita hari-hari yang hanya bertutur tentang keindahan.
Berat perasaan ini membujukku, namun langkah harus tetap dilanjutkan, ada cita-cita, ada komitmen dengan Allah, dengan orang lain, dengan diri sendiri yang harus dilunaskan. Aku menolak untuk menyerah pada perasaan sentimental dan melankolis ini.
Maka ingin kuucapkan maaf yang sebesarnya dan terimakasih yang tak tertandingi pada saudara-saudaraku di rumah bersahaja MER-C Sorong;
- dr Mira, yang telah banyak membantu hari-hari pertama di Sorong
- Mas Bambang, Sahabat, saudara sekaligus guru yang baik, Semoga Allah menjawab kerinduanmu kawan, “Isy kariman au mut Syahidan”
- dr Amri, kawan yang menyenangkan, sampai jumpa lagi di Timika
- dr Fikri, sampai jumpa lagi brother, ku tunggu kabar baikmu
- dr Tika, walau tak lama bersama, engkau memberiku banyak inspirasi kawan…tetap tersenyum dan semangat ya de`. Juga masakannya, akan kurindukan.
- Ajis, saudaraku yang lembut hatinya, waktu akan mempertemukan kita kembali dalam perjumpaan yang lebih baik, yakinlah.
- Yanto, anak muda yang ulet dan semangat. Maaf yan, telah banyak merepotkan.
- Brother `pa de` Mislan, abangku yang luar biasa...sungguh engkau labih dari sekedar sahabat.
- Mbah Sunarti,yang setia menhadiahkan keripiknya, terimaksih ya mbah, sehat selalu.
- Tetangga yang selalu menawarkan senyuman indahnya, terimaksih semuanya.
- Kawan2 di Dinkes Kab Sorong
- Kawan –kawan di PetroChina Sorong
- Kawan-kawan di CI Indonesia Sorong
- Kawan-kawan di TNC Sorong
- Saudaraku para Ustad dan Ustadzah serta ade-ade` tercinta di Pesantren Darul IstiQomah, Hidayatullah dan Panti Muhammadiyah Sorong
- Pak Tejo ketua MUI Sorong, Terimaksih atas segala bantuan dan kebaikannya Semoga Allah merahmatimu selalu ustad.
- Saudaraku anak-anak muda yang bersemangat di Forum Ukhuwah Pemuda Islam Papua Kota Sorong (Bang Ismed, Bang Safruddin, Bang Muawiyah, Bang Fatah, dan semuanya). Yakinlah semua ini kan menjadi deposit kebaikan di sisi Allah, begitu kan katamu kawan?
- Dr Idham yang telah banyak membantu dan menawarkan proyek akhiratnya, jazakallah ya akhi..Salam buat keluarga
- Chris dan Camia, kalian teman yang menyenangkan.
- Semua kawan-kawan yang telah membantu, terimakasih sekali lagi, Allah akan membalas segala kebaikan itu.
Bandara Domine Edward Osok-Sorong, Pagi-pagi 3 Maret 2009

Ada Apa dibalik Cakrawala

Sorong menjelang senja, duduk di atas ”Tembok Berlin” cuaca tampak tak terlalu cerah, lebih dari separuh langit tertutup awan, kecuali tersisa di ufuk barat sedikit celah menyisakan terang.
Tampak di kejauhan beberapa kapal barang dan penangkap ikan membuang sauh, lebih jauh lagi bayangan Pulau Salawati kelihatan samar-samar. Pantai Sorong hari ini sangat ramai, anak anak hingga dewasa duduk berjejer-jejer di bibir pantai.
Pasir hitam pantai tampak semakin kotor oleh sampah yang tak terurus berserakan, sementara orang-orang seolah tak peduli tetap saja sibuk dengan suasana hatinya masing-masing. Ada yang sibuk bermain dengan hempasan ombak yang tak berhenti berkejaran, juga ada yang sekedar bercerita, berduaan, berteriak dan melempar pasir, di sisi saya orang-orang menikmati gorengan ’bakara’ dan pisang dari seorang penjual dengan dialek Makassar.
Saya sendiri hanya duduk menghadap pantai, menatap lurus jauh ke depan dan terhenti di batas garis horizon. Sambil menggerakkan pena, di dalam benak menyeruak tanya; ada apa lagi di balik cakrawala sana?

Manjelang senja, ”Tembok Berlin” Sorong, 23 Feb 2009