Sabtu, 19 Juli 2008

Lelaki Cahaya


Beranjak memang selalu menyisakan sesak, setidaknya perih di ulu hati. Kerinduan telah menyusup bahkan ketika langkah belum jua dimulai. Akan hari-hari yang selalu dibersamai, pada kenangan yang semuanya tiba-tiba terasa indah. Pada tarikan-tarikan yang merayu agar tak beranjak.
Namun inilah gerak yang menjadi kemestian bagi sebuah cita-cita. Diam itu menggoda, tak ada yang mengganggu, tak ada angin, tak ada petir, tak ada kejutan dan ketegangan di sini. semua serba tenang, konstan, relatif aman-aman saja. Namun diam adalah musuh hidup, sahabat kematian, dan bahayanya melenakan. Perasaan-perasaan ini tak selalu mesti dipercayai.
Maka beranjaklah ia, lelaki yang telah berazzam untuk sebuah kemuliaan. Sedih adalah energi yang akan melesatkannya semakin jauh. Kerinduan adalah puisi yang terpatri di sudut jiwanya. Godaan hanyalah gurauan angin lalu.
Kerja telah dimulai, tak ada lagi duka dan keluh, punah sudah resah yang menyiksa. Akan kau temukan di tatap matanya sinar harapan dan kesungguhan. Tunduk pandangnya, senda guraunya, diam dan ucapnya tak lain hanyalah indikasi kemuliaan.
Ia tak lagi terpesona pada bunga, karena harapnya telah menggantung ke surga. Percuma saja engkau tawarkan dunia karena ia telah sibuk dengan saum panjangnya dan hanya menanti saat berbuka.
Cintanya telah ia persembahkan bagi semesta. Air matanya adalah linangan bersimbah di sujud dan khalwatnya. Dzikir adalah gerak hati dan basah lisannya, pada duduk dan bangkitnya. Doanya melesat-lesat tersambung mengapai langit. Aksi telah usai saat yang lain belum selesai dengan debat kusirnya.
Tak ada lagi yang mampu mencegahnya untuk terus bergerak. Tidaklah letih tak juga resiko. Kini ia telah menjelma menjadi pembunuh kekalahan dan kepunahan.
Bila bulan tak purnama, malam tetap benderang...sungguh diwajahhnya ada cahaya.
Lelaki itu...kurindu.-nuas-
Ambon-Empat bulan perjalanan-. Juli 2008

Tidak ada komentar: