Kamis, 26 Desember 2013

Pahlawan Vs Sok Pahlawan

Dulu di kelas-kelas kecil kami, banyak tergantung gambar dan foto-foto para pejuang, mereka yang telah dengan segenap tenaga, pikiran, masa, bahkan darahnya telah ia persembahkan demi tanah air dan keyakinannya. Menatapnya adalah seperti menemukan kesungguhan yang terpahat dari keras wajahnya, pias dan sorot matanya adalah sedih yang dalam sekaligus ketulusan dan harapannya yang tinggi, seolah ia siap menanggung sendiri nestapa bangsanya, sebagian atau bahkan keseluruhannya. Melihat gambarnya saja kami tahu mereka adalah orang-orang yang punya kegigihan dan keberanian yang tak terbatalkan. Tak suka berpura-pura apalagi cari muka. Guru kami mengajarkan untuk menyebut mereka dengan sebutan Pahlawan. Seingat kami hampir-hampir tak pernah ada wajah pahlawan yang pernah tergantung di kelas-kelas kecil kami itu yang wajahnya berlukis senyum. Tentu mereka bukan orang-orang yang tak lembut hatinya atau tak indah perangainya, juga bukan karena mereka telah lupa bagaimana cara tersenyum. Tak lain pancaran wajah itu adalah indikasi kesungguhan yang dalam dan luka yang perih, betapa ia juga ingin duduk damai namun lebih memilih mengindahkan suara nuraninya untuk turut memikul tanggung jawab yang tak ringan itu dengan raga dan jiwanya. Dan tak ada slogan yang jumawa melengkapi gambar-gambar pahlawan itu sebab karya dan perbuatan mereka lebih nyata dari seribu kata-kata. Itulah mereka yang gambarnya tergantung di kelas-kelas kecil kami, lalu guru kami memperkenalkan mereka sebagai Pahlawan bangsa yang asli. Lalu mari kita tengok gambar-gambar yang berceceran di setiap sudut kota hari ini, sepanjang jalan, mulut –mulut gang sampai tergantung di batang-batang pohon, banyak wajah-wajah asing yang tiba-tiba memperkenalkan diri sebagai sebagai sosok yang bersih, pembela dan penyambung aspirasi, menisbatkan diri sebagi yang paling pantas lengkap dengan kalimat jumawa menebar janji-janji. Mengeluarkan uang yang tak sedikit mengumbar gambar dengan senyum termanis penuh tipu daya. Tapi mereka akan kecewa sebab kami tak mau tertipu dengan para pembual yang berlagak sok pahlawan. Dulu seorang tua pernah menggambarkan pahlawan itu," Pergi pulangnya, tutur bahasanya, sungguh-guraunya, tak melampaui garis batas medan juang yang ia siapkan dirinya untuk itu.... Nampak jelas pada kerut-raut wajanya, dalam kilat matanya dan terdengar pada luncuran tutur lisannya, segala indikasi kesungguhan yang lekat dan duka yang dalam, berkobar dalam hatinya serta azzam yang sungguh, semangat yang tinggi serta semangat yang jauh kedepan, sebagai luapan jiwanya".(Alm. ust Rahmat Abdullah). Maka bolehlah bila juga ada yang barkata pada mereka yang sok pahlawan itu “ janji mereka para penipu hanyalah awal dari kerusakan yang akan mereka benihkan, mereka takkan pernah peduli akan perih kaum yang tersisih, visi mereka adalah materi demi membuncitkan perut sendiri. Sorot matanya, tutur lisannya hanyalah pemanis dari bualan untuk mewujudkan misi bejatnya, mereka hanyalah penipu yang pantas digantung lalu ditembak mati ditengah lapangan kota”. Pahlawan itu ikhlas mengorbankan dirinya untuk kemaslahatan orang banyak. Tapi mereka yang sok pahlawan hanyalah psikopat yang berpura-pura sebagai juru selamat tapi punya kebiasaan mengorbankan orang banyak untuk kesenangan dirinya semata. Maka nyatalah bedanya.

Tidak ada komentar: