Kamis, 26 Desember 2013

Serial Catatan Perjalanan; Shalat Jumat di Fafanlap

Pertengahan desember waktu itu, pagi-pagi seperti biasanya kami sudah meninggalkan base camp, melanjutkan kegiatan dalam sebuah ekspedisi di Raja Ampat, hari itu adalah hari ke lima memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat pulau-pulau yang tersebar di kawasan Misol. Adalah Fafanlap menjadi target kami pada hari itu. Setelah melewati perjalanan laut yang mengagumkan, menikmati ombak yang bersahabat, karang dan pulau-pulau sepi tak bertuan akhirnya kami tiba juga di tujuan. Bersiap-siap dan tak berapa lama kemudian warga-warga mulai banyak berdatangan, satu persatu keluhan-keluhan pasien kami layani. Menjelang siang semua telah tuntas. Karena hari itu adalah hari jumat maka segera kami berkemas untuk ke mesjid satu-satunya di pulau itu. Meskipun di sini termasuk wilayah Papua namun pengaruh budaya Ternate dan Tidore lebih dominan itulah sebab orang-orang di sini adalah mayoritas muslim. Inilah pengalaman shalat Jumat yang unik dan belum pernah saya temui di mesjid-mesjid yang telah saya datangi di nusantara. Setelah tongkat khatib diberikan- ini juga kekhasan khutbah di wilayah timur nusantara, para khatib berdiri dengan tongkat di tangan kanannya- maka khatib membuka sebuah lembar manuskrip berlafaz arab, yang kemudian ia baca sebagai isi khutbah. Ia membuka khutbah sebagaimana lazimnya para khatib dengan kalimat-kalimat berbahasa arab, beberapa menit menunggu saya menduga cukup panjang juga pembukaan khutbah sang kahtib, sepuluh menit sampai lima belas menit barjalan sang khatib terus saja membaca kutbahnya dengan bahasa arab, sampai saya berpikir berapa lama durasi khutbah di tempat ini bila muqaddimahnya saja panjang demikian. Namun tak berapa lama kemudian khutbah selesai. Di tutup dengan tanpa satu pun kata bahasa indonesia atau bahasa daerah yang digunakan. Rupanya seluruh isi khutbah adalah bahasa arab, dan saya sukses mengikuti kutbah tanpa mengerti apa isinya sama sekali. Fakta bahwa di sini bukan negeri Arab, tapi nun jauh di timur, sebuah pulau kecil diantara ribuan pulau-pulau yang berserak, dan orang-orang di seru dengan bahasa yang tak mereka mengerti. Khutbah menjadi sekedar ritual dan seremoni yang kehilangan esensi, gagal menjadi media dan instrumen pencerahan. Khutbah selesai lalu shalat Jumat selesai tapi saya pulang dengan rasa penasaran yang tak selesai. Khutbah yang aneh.

Tidak ada komentar: