Kamis, 26 Desember 2013

Sejatinya Kemalangan

Nak, telahkah sampai kepadamu kabar tentang orang-orang yang kalah, yaitu mereka yang memutuskan mati meski raganya tetap saja bernafas, berdiri dan masih juga berjalan. Angkat untuknya takbir empat kali sebagai pesan wafatnya iman. Menyerah kemudian meratapi kekalahan adalah sebuah ketidaknyamanan hidup. Kegelisahan, keterpakuan.Sepi dan hampa adalah warna yang hadir dominan melukis keseharian dengan sentuhan yang tegas. Tak ada kebebasan di sana, kebebasan untuk menikmati, bergembira, bahkan untuk bernafas lega, karena semua telah terpenjara dalam kejatuhan yang menghina. Semangat seolah merunduk malu-malu, tak mampu mangangkat muka. Juga ada kesempitan di sana, seolah bumi ini tak luas lagi adanya, seperti dada ini terhimpit rasanya, seakan udara ini telah habis sisanya. Menyerah lalu berhenti adalah penghianatan, pada mimpi yang telah terbangun, pada rencana yang tertata rapi, pada semangat juang, pada keyakinan sendiri. Bahkan juga pada orang-orang di sekililing kita, mereka orang-orang tercinta yang mempercayakan kebanggaannya, atau pada rekan dan sejawat yang menyandarkan kekagumannya, pada semua potensi kebaikan yang Allah anugerahkan pada diri. Menyerah pada kekalahan adalah pertanda rebahnya iman dan jatuhnya izzah. Sebuah kenyataan yang membentang jarak dari kemenangan. Semakin jauh ia menyerah semakin dekat iman bagi kematiannya. Duhai nak, engkau tahu bahwa kalah itu bila engkau membiarkan harapanmu senja mendahului nafasmu. Itulah sejatinya kemalangan. Suppa, 28 Februari 2013

Tidak ada komentar: