Selasa, 06 Mei 2008

Catatan Kecil Hari Pendidikan Nasional

Quo Vadis Pendidikan Anak Negeri

Seperti tersulut semangat yg ditularkan Bang Andrea `Ikal` Hirata dalam novel inspiratif Laskar Pelangi-nya, saya seperti terbawa kedalam pusaran harapan yang cerah tentang masa depan pendidikan bangsa ini.Karakter tokoh-tokoh orisinil watak pejuang, tak diragukan lagi. Anak-anak yang mengagumkan, Guru-guru yang luar biasa (semoga Allah membalas jasanya), seperti taman dan pagarnya. Anak-anak adalah kembang zamannya yang dibesarkan dan dijaga oleh pelindung yang kokoh. maka tantangan hidup yang keras (asli Indon
esia) adalah sarapan pagi, menu utama, makanan penutup siang dan malam, menjadi nutrisi yang memperkaya keahlian mereka menghadapi hidup. Tak terkalahkan...
Demikianlah anak-anak terbaik selalu lahir dari rahim guru-gur terbaik. maka kusematkan salam salut pada pendidik yang menyempurnakan dedikasinya. Dan setiap kali memandang wajah cerah anak-anak itu, di bening mata mereka, di situ seolah saya menemukan orang-orang hebat; Aristoteles, As Syafi`i, Ibnu khaldun, Ibnu Sina, Al Khawarismi, Newton, Einstein, Hamka, Habibie habibie masa depan.

Sebuah Paradoks
Tapi seolah kita akan mengalami mimpi buruk justru di alam realitas kita hari ini. Guru kencing berdiri, murid kencing menari. Dan Tak ada yang berminat mengoreksi pepatah klasik ini, sebab demikianlah faktanya. like Father like Son, seperti Bapak begitulah anaknya.
Ketika sebuah parodi kolosal baru saja dan sedang pentas di negeri ini. Hajatan besar tahunan (UAN) yang memang selalu menuai pro kontra, kembali berhasil membuat kita meringis miris.
Bukan rahasia lagi, tuan...sebab anak-anak "manis" itu telah berkolaborasi dengan guru-guru sok akademis, melakoni dosa jamaah, mengkhianati integritas, dedikasi, idealisme, nilai-nilai moral dan intelektualitas mereka sendiri. anak-anak itu telah menjadikan nyontek sebagai budaya populis, sementara guru-guru itu merasa "berderma" dengan memberikan bocoran jawaban, agar ia dan sekolahnya tetap laris manis. Hebat betul, bukan?

Buat apa pintar
Tapi, bukan salah bunda mengandung, Kita hanya perlu menata sistem ini kembali. tentang paradigma pendidikan kita. Mengutip nasihat Ust. Fauzil Adhim "Sudah saatnya kita merenungkan kembali pendididkan kita. Tugas sekolah adalah mengantar anak didik untuk menjadi manusia , mengerti tugas hidupnya dan mampu memberi manfaat bagi umat manusia. Kita rangsang mereka untuk mampu memegang nilai hidup yang menggerakkan mereka untuk bertindak. Artinya, nilai hidup itu haruslah menjadi daya penggerak bagi hidup mereka. Bukan sekedar untuk menjadi bahan hafalan yang dicerna secara kognitif belaka.
Para orang tua dan guru sering menyuruh anak belajar agar pintar, tapi mereka tidak mengajarkan untuk apa pintar atau kepintaran itu seharusnya digunakan untuk apa. Lebih ironis lagi, pintar itu sama dengan angka 8, angka 9 untuk sangat pintar dan 10 untuk luar biasa pintar. dari mana anka itu diperoleh tidak penting lagi. dan disinilah bencana itu bermula. anak-anak belajar untuk melakukan penipuan bernama mencontek. Satu bentuk kejahatan yang lebih sering kita sebut sebagai kelalaian" Nah..

Guru Terbaik
Sungguh kita merindukan pendidik dengan karakter ibunda dan ayahanda guru anak-anak laskar pelangi itu. Mereka telah menjadi guru yang baik, yang mentransfer ilmu dan pemahaman kepada anak-anaknya, bahkan lebih baik dari itu telah menjadi tokoh sentral keteladanan anak-anaknya. Dan lebih dari itu semua, mereka telah menjadi guru terbaik, sebagai mata air inspirasi untuk semua.
Ambon, Mei 2008

Tidak ada komentar: