Kamis, 04 Desember 2008

Eksekusi Itu

Catatan untuk Eksekusi Mati Amrozi Cs: Perlawanan Belum Berakhir.

Hampir semua perhatian tertuju pada tiga sosok yang disebut-sebut hari-hari ini.
Tiga laki-laki yang tak segan menantang maut. Tiga laki-laki yang pada sorot matanya terpendam keteduhan sekaligus keteguhan yang sungguh-sungguh. Di matanya adakah kita menjadi percaya bahwa merekalah para pelaku bom bali I yang menggentarkan dunia itu?
Maka rasakan apa yang tersimpan di balik dadanya, pada gelegak perasaannya:
”Tangismu wahai bayi-bayi tanpa kepala...dibentur di tembok-tembok Palestina...jeritmu wahai bayi-bayi Afganistan...yang memanggil-manggilku tanpa lengan...dieksekusi bom-bom jahannam...milik setan Amerika dan Sekutu...saat ayah bundamu menjalani Ramadhan!
Ini aku, saudaramu...ini aku, datang dengan secuil bombing...kan kubalaskan sakit hatimu...kan kubalaskan darah-darahmu...darah dengan darah...nyawa dengan nyawa...qishash!”
Inilah sebuah serpihan hati yang turut berdarah dari salah satu laki-laki itu ( Imam Samudra) meneteskan duka dan amarah lewat pekiknya di atas. Kemudian tahulah kita kenapa ada bom yang bicara, mengapa harus ada darah yang mawarnai tanah. Ini hanyalah reaksi atas sebuah aksi, akibat atas sebuah sebab yang mendahului, hanyalah sebentuk perlawanan terhadap kedzaliman global yang bernama Amerika dan Sekutunya. Tentulah tak adil hanya menuding dan menghakimi Amrozi Cs tanpa mengurai tuntas pokok masalahya. Bahwa masalah bom Bali hanyalah ledakan dahsyat di Legian sana, ini tentu keliru. Karena ledakan yang terjadi di Bali atau tempat lain hanyalah rentetan bom waktu yang ditanam dan dilempar Amerika dan sekutunya di Palestina, Afganistan, Irak, atau ditempat lain, Amrozi Cs hanya ”memindahkan” bomnya ke Indonesia dan luluh lantaklah Bali. Bila Penjajah itu melempar dunia Islam dengan bongkahan batu, Amrozi Cs tak lebih hanya membalasnya dengan secuil kerikil. Dan karena secuil kerikil itu, mereka harus di tembak mati dan diberi pangkat teroris?
Terlepas dari benar atau salah jalan perlawanan yang ditempuh olehnya, setidaknya mereka telah menitipkan keberanian kepada sekian jiwa anak-anak muda di negeri ini, untuk terus melawan dan berkata tidak pada tirani. Tubuh-tubuh itu tertembus peluru, namun semagatnya tak pernah mati, ia akan terus hidup untuk menyalakan perlawanan hingga para tirani itu tak kan pernah tidur nyenyak di singgasananya.
Mereka telah mengajarkan cara mati yang memukau, cara mati dengan tersenyum, cara mati yang menggenggam keteguhan sampai diperbatasan.
Dan dengarkanlah kembali kata-katanya,
”aku hanyalah seorang pemuda tua yang tengah belajar arti sebuah derita dan kesakitan, makna sebuah luka dan perlawanan, maksud sebuah keteguhan dan kesabaran...aku kuliah dari remaja-remaja itu, yang tumbuh dalam kampus bernama Universitas darah `Palestina. ”Laboratorium Tarbiyah” tempat mereka bereksperimen dalam kesamaptaan iman, berhasil mengubah batu menjadi mitraliur,mengubah batu menjadi peluru"
Jadi sejatinya hegemoni dan kezaliman itulah yang melahirkan Amrozi dan kawan-kawannya. Selama Palestina masih terjajah, Afganistan tetap terzolimi, Irak tak henti berdarah, dan dunia Islam terus terampas kemerdekaanya, maka sungguh Amrozi Tak pernah mati, karena akan bangkit Amrozi Cs yang lain, yang lebih berani, lebih hebat, dan lebih tangguh. Karena perlawanan belum dan tak kan pernah berakhir. Sungguh, perlawanan itu niscaya. -nuas-

Papua, November2008

Tidak ada komentar: