Kamis, 04 Desember 2008

Surat Untukmu

Di tepian Selat Sele Kasim Marine Terminal (KMT)
19 Ramadhan 1429/19 September 2008

Dengan segala hormat
Kusampaikan salam atasmu, juga kerinduan yang tak pernah layu. Dari negeri yang jauh ku tulis surat ini agar selesai gelisah yang mengganggu. Tapi mampukah kalimat ini merayu resah agar segera berlalu.
Kadang aku tertegun manatap tanah yang ku pijak, tanah yang menyadarkan diri, bahwa kini telah jauh perjalanan, perjalanan yang membuatku berjarak darimu, sebuah jarak yang jauh sungguh.
Aku tak juga tahu di mana berhenti langkah ini, atau kapan ia berhenti, namun sungguh ku berharap takdir kembali mempertemukan kita, di sebuah perjamuan mulia, liqoat yang diliputi para malaikat. Tempat dialog jiwa kita berlangsung sungguh-sungguh, arus batin kita menderas bersama, ucapan-ucapan mulia terlontar membesarkan semangat.
Sendiri aku mengenang di sini, di tepian laut yang tenang setelah kerja yang melelahkan. Saat itu, di tepi danau yang indah di kota kita, di bawah naungan pohon Angsana, pada sebuah senja yang cerah, disempurnakan dengan kalimat-kalimat yang indah mengantar ifthor bersama. Ataukah ketika perjalanan yang penuh semangat di iring nasyid perjuangan menjawab panggilan jiwa untuk sebuah misi kemuliaan. Tentu juga kau juga masih ingat waktu kita berkeliling kota, berbincang di bawah menara, tentang cinta dan cita-cita, atau di tepian pantai memandang cakrawala yang indah. Dan tak mungkin ku lupa saat engkau pamit hendak pergi, ku kuatkan diri tersenyum walau hati ini menangis dan ketika saatnya aku berangkat ku minta sebuah nasihat yang akan kujadikan kekuatan, kaupun berpesan dengan dalam ” bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berpijak”.
Tak akan kulupa saat-saat bersamamu, karena kenangan itu seperti obat yang menawarkan rindu atau seperti nyala api yang menyuluh jalan, dan panasnya membakar semangat agar ia terus bergelora.
Dan kutulis surat ini, karena ku tak tahu, apakah takdir akan memenuhi harapan ini untuk bersua lagi denganmu suatu hari kelak. Bila kau membacanya, anggap saja kita sedang bercengkrama dalam dialog dari hati ke hati. Agar kau bisa membaca arus batinku, bahwa sungguh aku mencintaimu karena Allah.
Semoga Allah menjagamu selalu.-nuas-

*Untuk sahabat-sahabat yang luar biasa.
Tanah Papua, 2008
.

Tidak ada komentar: