Selasa, 09 Februari 2010

Menyambut Muharram

Di mana sinar Matahari jatuh, di sana benih Islam akan tumbuh. Hari ini kalimat itu telah menjadi kenyataan. Di setiap sudut bumi, kalimat Tayyibah bergaung dari lisan-lisan yang basah oleh dzikir, dari anak benua Amerika nun di barat sana sampai ketimur jauh di pelosok Timika Papua. Dari sisi utara di lembah-lembah pedalaman Kaukasia sampai perkampungan terpencil pulau-pulau Nusantara Indonesia. Jauh dari episentrum tempat cahaya itu datang pada kali yang pertama.

Datang ia ( Rasulullah SAW) di penghujung sejarah dua kampiun peradaban, Imperium Romawi di barat dan rival utamanya sang raksasa timur Imperium Persia, tiba dengan membawa pencerahan ketika malam peradaban umat manusia tiba pada gelap yang paling pekat. Mina dzulumati ilan nur; membawa manusia dari kegelapan kepada terang cahaya. Membawa pembebasan manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju penyerahan diri kepada Rabb semesta alam.

Sendiri ia datang pada awalnya, lalu ia meninggalkan lebih seratus ribu sahabat saat perginya, sendiri ia melawan pada mulanya, kemudian ia memimpin enam puluh delapan pertempuran setelahnya. Tak punya kekuasaan waktu datang kemudian menyatukan Jazirah arab dibawah panduannya. Pemimpin yang di cintai kawan dan disegani lawan-lawannya.

Lahir ia ditengah lingkungan yang keras, masyarakat gurun didikan alam yang ganas, bangsa nomaden yang gemar berperang, buta huruf dan tak terdidik, menyembah tuhan-tuhan yang berbilang, terbiasa membunuh bayi-bayi perempuannya, menistakan para istri dan memuja harta dan khamr. Sebuah komplikasi penyakit peradaban yang begitu kronis. Dua puluh tiga tahun genap kemudian setelah ia diutus membawa risalah, seolah tiba-tiba kita menyaksikan peradaban itu berganti wajah. Peristiwa transformasi sosial tercepat sepanjang sejarah peradaban. Ketika para penggembala dan kaum yang terpinggirkan sejarah tampil menjadi pemimpin yang begitu gemilang, bangsa yang sebelumnya hanya mengenal perang dan perpecahan menyatukan bangsa Arab dalam satu ikatan Tauhid. Supremasi iman, keadilan, kejujuran, persamaan hak, dan rahmatan lil alamin adalah karakternya.

Telah ia wariskan risalah agung ini (al Islam), yang kemudian cahayanya menerangi kegelapan di Persia, membebaskan kejumudan di Romawi, terus bergerak mencerahkan keterbelakangan di tanah-tanah yang lebih jauh. Lalu berabad-berabad kemudian cahaya ini terus bersinar, menjadi mercusuar peradaban umat manusia, maka terkenanglah Cordoba, Bagdad, Konstitinopel, Kairo dan pusat-pusat peradaban lainnya. Berlanjut terus sampai seribu empat ratus tahun lebih hingga hari ini, cahaya itu akan terus menyala, dalam diri dan jiwa kita. Tak kan padam.

Maka ucapkanlah salam serta sholawat pada lelaki agung itu; Ya Nabi salam `alaika, ya Rasul salam `alaika. Shollallahu `alaihi wasallam. -n

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At Taubah: 128)

Bunta- Banggai, Awal Muharram 1431 H/ Desember 2009

Tidak ada komentar: