Selasa, 09 Februari 2010

Sejenak Kita Berhenti

Pada akhirnya perjalanan ini memang harus berhenti sejenak, jeda untuk menukar nafas, dan memberi hak pada segenap ruas buku-buku untuk rehat, sekaligus mengulang kembali pertanyaan-pertanyaan pada diri yang pernah diajukan waktu itu ketika awal beranjak pada kali yang pertama.

Sungguh suatu hal yang insani, bila kejenuhan itu hadir, keletihan yang menyurutkan tenaga, menguras semangat, serta menghapus kelembutan. Sebab kenyataannya, panorama kehidupan tak selalu indah dalam perjalanan, ada banyak tanjakan, kerikil tajam, dan tikungan yang tiba-tiba. Kejutan-kejutan, ketegangan-ketegangan, keributan riuh rendah, serta kealfaan-kealfaan diri, kesemuanya bisa menumpulkan ketajaman untuk mengutip hikmah dan memetik pelajaran.

Maka sejatinya penghentian ini adalah sebuah kebutuhan, tentu bukan sebagai sebuah pelarian untuk mengambil jarak dari kerja dan kemuliaan atau sekedar memenuhi kecendrungan untuk istirahat, tapi sebagai sarana instrokspeksi untuk menghitung kekurangan dan menakar kekalahan. Juga sebagai penguatan dengan mengisi kembali energi yang hilang. Sekaligus kesempatan untuk menata ulang rencana dan harapan, serta meneguhkan azzam akan kejayaan dan kemuliaan. Bahwa bukan hanya tantangan dan godaan yang layak untuk dipetakan, jelas kenyamanan yang mengumpan dan perjalanan yang bergerak linier tanpa fluktuasi patut kita pertimbangkan kembali, sebab memiliki peluang untuk melenakan dan mematikan.

Di penghentian ini kita akan berhitung, ada yang biasa menyebutnya dengan ` Muhasabah`. Seperti sebuah rumah teduh yang selalu dirindukan, kita pergi dalam perjalanan yang jauh, mendapati negeri-negeri yang baru, bertemu dengan peradaban-peradaban yang asing, di sana kita menemukan sari pati kehidupan, lalu pulang kembali ke rumah merenungkan perjalanan, pergi lagi kemudian pulang lagi.

Begitulah dititik perjalanan ini, kita memang patut berhenti dan bertanya, karena perjalanan ini relatif telah cukup jauh, dan apakah kita masih tetap setia pada takdir penghambaan kita. Sebab di tempat kita berdiri kini, jangan sampai telah terbentang jarak yang lebar dari jalan juang, jalan yang yang telah dipersyaratkan sebagai mahar untuk membayar lunas kemenangan.

Sejenak kita berhenti.

“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat kepada Allah, dan kepada kebenaran yang telah diturunkan (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al kitab kepadanya, lalu kemudian berlalu masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik” .(Al-qur`an).

Papua, Sya`ban 1430H/ Juli 2009.

Tidak ada komentar: